Bab 3
Hukum
Perdata
Ketentuan yang mengatur hak-hak dan
kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam
tradisi hukum di daratanEropa (civil law) dikenal
pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum
privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common
law) tidak dikenal pembagian semacam ini. Hukum di Indonesia merupakan
campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian
besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa
kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia
yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda
(Nederlandsch-Indie).
Hukum
perdata Indonesia
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan
kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum.
Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari
hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara
serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara),
kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara),
kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk
atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang,
perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan
yang bersifat perdata lainnya.
Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Kondisi Hukum Perdata
di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka.
Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
- Faktor
Ethnis disebabkan
keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia
ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
- Faktor
Hostia Yuridis
yang
dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia
dalam tiga Golongan, yaitu:
- Golongan Eropa dan yang dipersamakan
- Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa
Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
- Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India,
Arab).
Adapun hukum yang diberlakukan bagi
masing-masing golongan yaitu:
- Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan
berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan
Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas
konkordansi.
- Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan
yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu
kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar Hukum Adat tersebut
belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
- Bagi golongan timur asing (bangsa Cina, India,
Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi
Putera dan Timur Asing (Cina, India, Arab) diperbolehkan untuk menundukan
diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk
beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Sejarah Singkat Hukum Perdata
yang Berlaku di Indonesia
Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia
tidak lepas dari sejarah Hukum Perdata Eropa. Bermula di benua Eropa berlaku
Hukum Perdata Romawi, disamping adanya hukum tertilis dan hukum kebiasaan setempat.
Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli di
negara-negara di Eropa. Oleh karena itu keadaan hukum di Eropa kacau balau,
dimana setiap daerah selain mempunyai peraturan-peraturan sendiri juga
peraturan itu berbeda-beda.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu
kumpulan peraturan yang bernama Code Civil de Francais yang juga
dapat disebut Code Napoleon, karena Code Civil des Francais ini merupakan sebagaian dari Code
Napoleon. Sebagai petunjuk penyusunan Code Civilini dipergunakan karangan dari
beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothies. Disamping itu juga
dipergunakan Hukum Bumi Putra Lama, Hukum Jernonia dan Hukum Cononiek.
Mengenai peraturan hukum yang belum ada di jaman Romawi antara lain masalah
wessel, asuransi, dan badan-badan hukum, pada jaman Aufklarung (sekitar abad
pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang-Undang tersendiri dengan nama Code de Commerce.
Sejalan dengan adanya penjajahan oleh Belanda (1809-1811), Raja
Lodewijk Napoleon menetapkan Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland (isinya mirip dengan Code Civil ded Francais atau Code Napoleon)
untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Netherland). Pada 1811, saat
berakhirnya penjajahan dan Netherland disatukan dengan Prancis, Code Civil des
Francais atau Code Napoleon tetap berlaku di Belanda.
Setalah beberapa tahun kemerdekaan Belanda dari Prancis, Belanda mulai
memikirkan dan mengerjakan kodefikasi dari hukum perdatanya. Pada 5 Juli 1830,
kodefikasi ini selesai dengan terbentuknya Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek Van Koophandle (WVK) yang isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des
Frances dan Code de Commerce.
Pada tahun 1948, kedua undang-undang produk Netherland ini diberlakukan di
Indonesia berdasarkan Azas Koncordantie (Azas Politik Hukum). Saat ini kita
mengenal Burgerlijk Wetboek (BW) dengan nama KUH Sipil (KUHP), sedangkan untuk
Wetboek Van Koophandle (WVK) kita mengenalnya dengan nama KUH Dagang.
0 comments:
Post a Comment