Sunday 29 May 2016

bab 3

Bab 3
Hukum Perdata 
 Ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratanEropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).

Hukum perdata Indonesia
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
      Kondisi Hukum Perdata di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
  1. Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
  1. Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
    1. Golongan Eropa dan yang dipersamakan
    2. Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
    3. Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
 Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu:
  1. Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.
  2. Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
  3. Bagi golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina, India, Arab) diperbolehkan untuk menundukan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Sejarah Singkat Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
            Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia tidak lepas dari sejarah Hukum Perdata Eropa. Bermula di benua Eropa berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya hukum tertilis dan hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli di negara-negara di Eropa. Oleh karena itu keadaan hukum di Eropa kacau balau, dimana setiap daerah selain mempunyai peraturan-peraturan sendiri juga peraturan itu berbeda-beda.
            Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama Code Civil de Francais yang juga dapat disebut Code Napoleon, karena Code Civil des Francais ini merupakan sebagaian dari Code Napoleon. Sebagai petunjuk penyusunan Code Civilini dipergunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothies. Disamping itu juga dipergunakan Hukum Bumi Putra Lama, Hukum Jernonia dan Hukum Cononiek.
         Mengenai peraturan hukum yang belum ada di jaman Romawi antara lain masalah wessel, asuransi, dan badan-badan hukum, pada jaman Aufklarung (sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang-Undang tersendiri dengan nama Code de Commerce.
Sejalan dengan adanya penjajahan oleh Belanda (1809-1811), Raja Lodewijk Napoleon menetapkan Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland (isinya mirip dengan Code Civil ded Francais atau Code Napoleon) untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Netherland). Pada 1811, saat berakhirnya penjajahan dan Netherland disatukan dengan Prancis, Code Civil des Francais atau Code Napoleon tetap berlaku di Belanda.
            Setalah beberapa tahun kemerdekaan Belanda dari Prancis, Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodefikasi dari hukum perdatanya. Pada 5 Juli 1830, kodefikasi ini selesai dengan terbentuknya Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek Van Koophandle (WVK) yang isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Frances dan Code de Commerce.

            Pada tahun 1948, kedua undang-undang produk Netherland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan Azas Koncordantie (Azas Politik Hukum). Saat ini kita mengenal Burgerlijk Wetboek (BW) dengan nama KUH Sipil (KUHP), sedangkan untuk Wetboek Van Koophandle (WVK) kita mengenalnya dengan nama KUH Dagang.

0 comments:

Post a Comment